src='http://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.3.2/jquery.min.js' type='text/javascript'/>

Sabtu, 31 Maret 2012

PERKEMBANGAN KASUS PENCUCIAN UANG DI INDONESIA


Masalah Pencucian Uang menjadi suatu masalah yang sangat serius, di karnakan

dari sanalah dana-dana haram hasil berbagai tindak suatu kejahatan untuk di legalkan

melalui sejumlah cara yang sangat rumit dan kompleks, yang jika ada kemauan baik dari

bebagai pihak dapat ditelusuri sumber   asalnya. Dimana dari tindak kejahatan Korupsi,

penggelapan  Uang,  perdagangan  obat  terlarang,  penyeludupan  barang  dan  manusia,

perdaganagan  gelap  senjata,  dan  lain  sebagainya  memerlukan  suatu  tempat  untuk

menyimpan  dan  memutihkan/melegalisasikan  uang  di  dapat  dari  tindak  kejahatan

tersebut. Untuk itulah sejumlah Negara telah berupaya untuk mulai memerangi usaha

Pencucian  Uang  ini  mulai  beberapa  aksi  dan  rekomendasi  untuk  dilaksanakan  oleh

institusi pemerintahan yang bergerak di bidang keuangan dan perbankan.

Sehingga  pencucian  uang  (money  laundering)  sebagai  suatu  kejahatan  yang

berdimensi  internasional  merupakan  hal  baru  di  banyak  negara  termasuk  Indonesia.

Sebegitu  besar   dampak   negatif  terhadap  perekonomian   suatu  negara   yang  dapat

ditimbulkannya, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi internasional menaruh

perhatian serius terhadap pencegahan dan pemberantasan masalah ini. Hal ini tidak lain

karena  praktek  Pencucian  Uang  dapat  mempengaruhi  sistem  perekonomian,  dimana

pengaruh tersebut merupakan dampak negatif bagi perekonomian tersebut. Sebab banyak

dana-dana  yang  kurang  dimanfaatkan  secara  optimal  karena  pelaku  Pencucian  Uang

sering melakukan steril investment misalnya dalam bentuk investasi di bidang properti







pada negara-negara yang mereka anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu hasil

yang mereka dapat lebih rendah.1

Sehingga   Bila   diamati   lebih   jauh   praktek   Pencucian   Uang   berpotensial

mengganggu perekonomian baik Nasional maupun Internasional karena membahayakan

operasi  yang  efektif  dari  perekonomian  dan  menimbulkan  kebijakan  ekonomi  yang

buruk, terutama pada negara-negara tertentu. Praktek Pencucian Uang   juga membuat

ketidakstabilan  pada  ekonomi  nasional  karena  Pencucian  Uang                                           dapat  menyebabkan

fluktuasi yang tajam pada nilai tukar dan suku bunga. Selain itu uang hasil Pencucian

Uang   dapat saja beralih dari suatu negara yang perekonomiannya baik ke negara lain

dengan   perekonomian   yang   kurang   baik.   Sehingga   secara   perlahan-lahan   dapat

menghancurkan  pasar  finansial  dan  mengurangi  kepercayaan  publik  kepada  sistem

finansial,  yang dapat mendorong kenaikan  resiko dan kestabilan dari sistem itu  yang

berakibat  pada  berkuranganya  angka  pertumbuhan  dari  ekonomi  dunia.  Akibat-akibat

itulah  yang  membuat  praktek  Pencucian  Uang                                  menarik  perhatian  negara-negara  di

dunia, terlebih lagi dana yang digunakan dalam praktek Pencucian Uang   merupakan

dana  hasil  dari  kejahatan  kejahatan  serius  seperti  korupsi,  terorisme,  pedagangan

narkotik,  dan  kejahatan  hutan.  Untuk  mencegah  atau  memberantas  praktek  money

laundering yang sudah tergolong pula sebagai kejahatan transnasional ini, maka pada

tahun 1988 telah diadakan United Nation Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic

Drugs  and  Psychotropic  Substances  atau  yang  lebih  dikenal  dengan  nama  UN  Drug

Convention. Dan untuk menindak lanjuti konvensi tersebut pada bulan juli 1989 di Paris







telah  dibentuk  sebuah  satuan  tugas  yang  khusus  menangani  money  laundering  yang

disebut dengan The Financial Action Task Force (FATF).

Di dalam   Pembuatan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2003  tentang  Tindak  Pidana  Pencucian  Uang  (Money  Laundering),  merupakan  suatu

bentuk upaya Indonesia untuk merespon Keputusan FATF tanggal 22 Juni 2001, yang

memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara diantara 15 negara yang dianggap tidak

kooperatif  untuk  memberantas  praktek  money  laundering.  Dengan  perkataan  lain,

Indonesia dianggap termasuk dalam kategori daftar negara yang tidak kooperatif (non-

cooperative   countries   and   teritories)   untuk   memberantas   aksi   Pencucian   Uang,

sebagaimana terdapat dalam daftar yang dirilis oleh FATF yang merupakan satgas dari

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Hadirnya Undang-

Undang Pencucian Uang  memberi peluang penegakan hukum terhadap aktor intelektual

dengan menekankan penyelidikan pada aliran uang yang dihasilkan dan juga memberikan

sebuah  landasan  berpijak  untuk  aparat  penegak  hukum  dalam  menjerat  aktor-aktor

intelektual yang mendanai dan merencanakan kejahatan yang termasuk dalam predicates

crimes  dengan  melakukan  penyelidikan  dan  penyidikan  terhadap  aliran  uang  hasil

kejahatan. Namun, sebagaimana pernah dikemukakan berbagai mass media, baik nasional

maupun internasional, bahwa banyak pelaku kasus tindak pidana keuangan di Indonesia

menyembunyikan   hasil   kejahatannya   itu   di   negara   lain.   Akibatnya,   Indonesia

menghadapi kendala untuk melakukan penyelidikan atau pengembalian uang hasil tindak

pidana keungan (uang hasil kejahatan) itu. Hal inilah yang selama ini menjadi kesulitan

terbesar bagi aparatur penegak hukum dalam memberantas praktek Pencucian uang. Pada







gilirannya membuat kesulitan untuk menangkap para pelaku atau para aktor intelektual

pelaku   Pencucian   Uang.   Konsekuensi,   pemegang   dana   dan   perencana   kejahatan

sepertinya  tidak  tersentuh  oleh  hukum,  sehingga  kegiatan  ini  tetap  berlangsung  dan

semakin meluas.

Dengan  keluarnya  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  2006  tentang  Bantuan

Timbal Balik Dalam Masalah Pidana, maka Indonesia dapat meminta bantuan timbal

balik  (mutual  legal  assistance)  kepada  negara  dimana  tempat  uang  hasil  kejahatan

tersebut  ditempatkan.  Sekaligus  hal  demikian  menjadi  pula  sebagai  kerjasama  antara

Indonesia  dan  negara  lain  untuk  memberantas  praktek  Pencucian  Uang.  Kehadiran

regulasi mutual legal assistance itu sangat penting dalam upaya Pemerintah Indonesia

memberantas  praktek  Pencucian  Uang.  Khususnya,  untuk  upaya  pengembalian  uang

hasil kejahatan atau proses asset recovery. Oleh karena itu, perlu perhatian dan tindakan

yang serius  dari  pemerintah  atau  aparatur  penegak hukum  untuk  menerapkan  mutual

legal assistance dalam menangani atau pemberantasan Pencucian Uang.  Hal itu pula

dapat meningkatkan sustainabilitas dan terjaganya kepentingan Indonesia pemberantasan

kejahatan   Pencucian   uang.   Adanya   kerjasama   internasional   berupa   mutual   legal

assistance juga memberikan nilai tambah, karena penyelidikan aliran dana tidak terbatas

kepada lembaga penyedia jasa keuangan yang beroperasi di wilayah Indonesia saja, tetapi

dapat meluas sampai ke lembaga penyedia jasa keuangan di manca negara. Penggunaan

pranata  hukum  mutual  legal  assistance  itu  harus  tersosialisasikan  dengan  baik,  agar

aparatur penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dapat menguasai

atau bahkan mengetahui keberadaan pranata hukum tersebut. Dengan demikian mereka

nantinya  paham,  bahwa  untuk  proceeds  of  crime  atau  proses  asset  recovery  yang







misalnya berasal dari korupsi dapat diberantas dengan   rezim anti money laundering.

Walaupun uang hasil korupsi itu ditempatkan di luar negara Indonesia.

Sehingga  berbagai  pertemuan  di  tingkat  Bilateral,  Regional  dan  Internasional

yang   membahas   isu   Ekonomi   dan   keamanan   selalu   mengaitkannya   dengan   isu

penanggulangan  dan  pencegahan  aksi  terorisme.  Dimana  Indonesia  sebagai  anggota

masyarakat di dunia dan berbagai organisasi Regional dan Internasional, tidak terlepas

dari fenomena ini secara Bilateral pun Indonesia telah pula melakukan kerjasama dengan

Negara-Negara  tetannga  untuk  menanggulangi  aksi  Terorisme  namun  bukan  berarti

Pencucian Uang dapat di kesampingkan begitu saja dengan hanya terfokus pada masalah

Terorisme, untuk lebih mengetahui apa pencucian uang tersebut, kita harus mengetahui

latar belakang dan defenisi dari Tindak Pencuacian Uang.

Dimana Pencucian Uang menjadi semakin marak karena didorong oleh beberapa

faktor, seperti globalosasi, kemajuan teknologi, ketentuan rahasia Bank disuatu Bank,

belum  diterapkannya  asas  “know  your  customer”  dalam  ketentuan  perbankan  suatu

negara, semakin maraknya penggunaan elektronik banking dan wire transfer, munculnya

electronic money atau e-money. Sehubungan dengan maraknya elektronic commerce atau

e-commerce  melalui  internet  (Pencucian  Uang  yang  dilakukan  dengan  menggunakan

jaringan internet disebut dengan cyberspace atau cyber laundring), adanya kemungkinan

penggunaan secara  berlapis  pihak pemberi  jasa  hukum  untuk  melakukan  penempatan

dana,  adanya  ketentuan  mengenai  keharusan  menjaga  kerahasiaan  hubungan  antara

pengacara  dan  kliennya  dan  antara  akuntan  dengan  kliennya  yang  berlaku  di  suatu

negara, tidak adanya kesungguhan untuk memberantas Pencucian Uang dari pemerintah,

 meskipun sekarang telah ada undang-undang pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia.


1 komentar:

  1. buat teman2 yang mau penghasilan ratusan dollar dengan pendaftaran gratis hanya melihat website dalam waktu 10 detik dibayar $100 jika anda melihat sepuluh website maka anda akan mendapatkan $1000 ,ini perogram baru dari amerika
    caranya : anda melakukan pendaftaran ,setelah berhasil melakukan pendaptaran lalu klik menu view ads ,silahkan anda lihat satu persatu iklan,jangan lupa setelah melihat iklan ada perintah untuk mengklik gambar yang sama nah anda klik gambar nya
    untuk selengkapnya silahkan anda melakukan pendaftaran di http://www.500dollarptc.com/splash1.php?ref=ecabdg

    BalasHapus