Masalah Pencucian Uang menjadi suatu masalah yang sangat serius, di karnakan
dari sanalah dana-dana haram hasil berbagai tindak suatu kejahatan untuk di legalkan
melalui sejumlah cara yang sangat rumit dan kompleks, yang jika ada kemauan baik dari
bebagai pihak dapat ditelusuri sumber asalnya. Dimana dari tindak kejahatan Korupsi,
penggelapan Uang, perdagangan obat terlarang, penyeludupan barang dan manusia,
perdaganagan gelap senjata, dan lain sebagainya memerlukan suatu tempat untuk
menyimpan dan memutihkan/melegalisasikan uang di dapat dari tindak kejahatan
tersebut. Untuk itulah sejumlah Negara telah berupaya untuk mulai memerangi usaha
Pencucian Uang ini mulai beberapa aksi dan rekomendasi untuk dilaksanakan oleh
institusi pemerintahan yang bergerak di bidang keuangan dan perbankan.
Sehingga pencucian uang (money laundering) sebagai suatu kejahatan yang
berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia.
Sebegitu besar dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara yang dapat
ditimbulkannya, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi internasional menaruh
perhatian serius terhadap pencegahan dan pemberantasan masalah ini. Hal ini tidak lain
karena praktek Pencucian Uang dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dimana
pengaruh tersebut merupakan dampak negatif bagi perekonomian tersebut. Sebab banyak
dana-dana yang kurang dimanfaatkan secara optimal karena pelaku Pencucian Uang
sering melakukan “steril investment” misalnya dalam bentuk investasi di bidang properti
pada negara-negara yang mereka anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu hasil
yang mereka dapat lebih rendah.1
Sehingga Bila diamati lebih jauh praktek Pencucian Uang berpotensial
mengganggu perekonomian baik Nasional maupun Internasional karena membahayakan
operasi yang efektif dari perekonomian dan menimbulkan kebijakan ekonomi yang
buruk, terutama pada negara-negara tertentu. Praktek Pencucian Uang juga membuat
ketidakstabilan pada ekonomi nasional karena Pencucian Uang dapat menyebabkan
fluktuasi yang tajam pada nilai tukar dan suku bunga. Selain itu uang hasil Pencucian
Uang dapat saja beralih dari suatu negara yang perekonomiannya baik ke negara lain
dengan perekonomian yang kurang baik. Sehingga secara perlahan-lahan dapat
menghancurkan pasar finansial dan mengurangi kepercayaan publik kepada sistem
finansial, yang dapat mendorong kenaikan resiko dan kestabilan dari sistem itu yang
berakibat pada berkuranganya angka pertumbuhan dari ekonomi dunia. Akibat-akibat
itulah yang membuat praktek Pencucian Uang menarik perhatian negara-negara di
dunia, terlebih lagi dana yang digunakan dalam praktek Pencucian Uang merupakan
dana hasil dari kejahatan kejahatan serius seperti korupsi, terorisme, pedagangan
narkotik, dan kejahatan hutan. Untuk mencegah atau memberantas praktek money
laundering yang sudah tergolong pula sebagai kejahatan transnasional ini, maka pada
tahun 1988 telah diadakan United Nation Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic
Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal dengan nama UN Drug
Convention. Dan untuk menindak lanjuti konvensi tersebut pada bulan juli 1989 di Paris
telah dibentuk sebuah satuan tugas yang khusus menangani money laundering yang
disebut dengan The Financial Action Task Force (FATF).
Di dalam Pembuatan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering), merupakan suatu
bentuk upaya Indonesia untuk merespon Keputusan FATF tanggal 22 Juni 2001, yang
memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara diantara 15 negara yang dianggap tidak
kooperatif untuk memberantas praktek money laundering. Dengan perkataan lain,
Indonesia dianggap termasuk dalam kategori daftar negara yang tidak kooperatif (non-
cooperative countries and teritories) untuk memberantas aksi Pencucian Uang,
sebagaimana terdapat dalam daftar yang dirilis oleh FATF yang merupakan satgas dari
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Hadirnya Undang-
Undang Pencucian Uang memberi peluang penegakan hukum terhadap aktor intelektual
dengan menekankan penyelidikan pada aliran uang yang dihasilkan dan juga memberikan
sebuah landasan berpijak untuk aparat penegak hukum dalam menjerat aktor-aktor
intelektual yang mendanai dan merencanakan kejahatan yang termasuk dalam predicates
crimes dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap aliran uang hasil
kejahatan. Namun, sebagaimana pernah dikemukakan berbagai mass media, baik nasional
maupun internasional, bahwa banyak pelaku kasus tindak pidana keuangan di Indonesia
menyembunyikan hasil kejahatannya itu di negara lain. Akibatnya, Indonesia
menghadapi kendala untuk melakukan penyelidikan atau pengembalian uang hasil tindak
pidana keungan (uang hasil kejahatan) itu. Hal inilah yang selama ini menjadi kesulitan
terbesar bagi aparatur penegak hukum dalam memberantas praktek Pencucian uang. Pada
gilirannya membuat kesulitan untuk menangkap para pelaku atau para aktor intelektual
pelaku Pencucian Uang. Konsekuensi, pemegang dana dan perencana kejahatan
sepertinya tidak tersentuh oleh hukum, sehingga kegiatan ini tetap berlangsung dan
semakin meluas.
Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan
Timbal Balik Dalam Masalah Pidana, maka Indonesia dapat meminta bantuan timbal
balik (mutual legal assistance) kepada negara dimana tempat uang hasil kejahatan
tersebut ditempatkan. Sekaligus hal demikian menjadi pula sebagai kerjasama antara
Indonesia dan negara lain untuk memberantas praktek Pencucian Uang. Kehadiran
regulasi mutual legal assistance itu sangat penting dalam upaya Pemerintah Indonesia
memberantas praktek Pencucian Uang. Khususnya, untuk upaya pengembalian uang
hasil kejahatan atau proses asset recovery. Oleh karena itu, perlu perhatian dan tindakan
yang serius dari pemerintah atau aparatur penegak hukum untuk menerapkan mutual
legal assistance dalam menangani atau pemberantasan Pencucian Uang. Hal itu pula
dapat meningkatkan sustainabilitas dan terjaganya kepentingan Indonesia pemberantasan
kejahatan Pencucian uang. Adanya kerjasama internasional berupa mutual legal
assistance juga memberikan nilai tambah, karena penyelidikan aliran dana tidak terbatas
kepada lembaga penyedia jasa keuangan yang beroperasi di wilayah Indonesia saja, tetapi
dapat meluas sampai ke lembaga penyedia jasa keuangan di manca negara. Penggunaan
pranata hukum mutual legal assistance itu harus tersosialisasikan dengan baik, agar
aparatur penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dapat menguasai
atau bahkan mengetahui keberadaan pranata hukum tersebut. Dengan demikian mereka
nantinya paham, bahwa untuk proceeds of crime atau proses asset recovery yang
misalnya berasal dari korupsi dapat diberantas dengan rezim anti money laundering.
Walaupun uang hasil korupsi itu ditempatkan di luar negara Indonesia.
Sehingga berbagai pertemuan di tingkat Bilateral, Regional dan Internasional
yang membahas isu Ekonomi dan keamanan selalu mengaitkannya dengan isu
penanggulangan dan pencegahan aksi terorisme. Dimana Indonesia sebagai anggota
masyarakat di dunia dan berbagai organisasi Regional dan Internasional, tidak terlepas
dari fenomena ini secara Bilateral pun Indonesia telah pula melakukan kerjasama dengan
Negara-Negara tetannga untuk menanggulangi aksi Terorisme namun bukan berarti
Pencucian Uang dapat di kesampingkan begitu saja dengan hanya terfokus pada masalah
Terorisme, untuk lebih mengetahui apa pencucian uang tersebut, kita harus mengetahui
latar belakang dan defenisi dari Tindak Pencuacian Uang.
Dimana Pencucian Uang menjadi semakin marak karena didorong oleh beberapa
faktor, seperti globalosasi, kemajuan teknologi, ketentuan rahasia Bank disuatu Bank,
belum diterapkannya asas “know your customer” dalam ketentuan perbankan suatu
negara, semakin maraknya penggunaan elektronik banking dan wire transfer, munculnya
electronic money atau e-money. Sehubungan dengan maraknya elektronic commerce atau
e-commerce melalui internet (Pencucian Uang yang dilakukan dengan menggunakan
jaringan internet disebut dengan cyberspace atau cyber laundring), adanya kemungkinan
penggunaan secara berlapis pihak pemberi jasa hukum untuk melakukan penempatan
dana, adanya ketentuan mengenai keharusan menjaga kerahasiaan hubungan antara
pengacara dan kliennya dan antara akuntan dengan kliennya yang berlaku di suatu
negara, tidak adanya kesungguhan untuk memberantas Pencucian Uang dari pemerintah,
meskipun sekarang telah ada undang-undang pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia.
buat teman2 yang mau penghasilan ratusan dollar dengan pendaftaran gratis hanya melihat website dalam waktu 10 detik dibayar $100 jika anda melihat sepuluh website maka anda akan mendapatkan $1000 ,ini perogram baru dari amerika
BalasHapuscaranya : anda melakukan pendaftaran ,setelah berhasil melakukan pendaptaran lalu klik menu view ads ,silahkan anda lihat satu persatu iklan,jangan lupa setelah melihat iklan ada perintah untuk mengklik gambar yang sama nah anda klik gambar nya
untuk selengkapnya silahkan anda melakukan pendaftaran di http://www.500dollarptc.com/splash1.php?ref=ecabdg